Saat ini tidak sedikit perusahaan yang mengadaptasi prinsip “biarkan orang lain bercerita” ini dalam strategi periklanan. Strategi kreatif iklannya menggunakan konsep bercerita. Ini kita jumpai dalam iklan “advertorial”, “testimoni”, dan iklan “adlib” di radio. Iklan testimoni adalah iklan yang menampilkan seseorang yang bercerita –biasanya artis terkenal- tentang pengalamannya mengkonsumsi produk yang diiklankan. Iklan advertorial (advertising-editoria/informasil) adalah iklan yang berbentuk cerita seperti berita pada umumnya. Bedanya adalah perusahaan harus membayar untuk dimuat. Biasanya di bagian akhir ditandai kata “advertorial atau adv”.
Dari sisi marketing, jenis iklan tersebut cukup efektif. Karena dikemas dalam bentuk berita, seakan-akan informasi yang diiklankan berasal dari media. Sehingga memengaruhi kepercayaan khalayak. Selain itu, iklan ini bisa lebih terperinci menjelaskan produk. Ini strategi Public relations (marketing) untuk ”memperhalus” iklan agar tidak terkesan menjual produk. Tetapi di sisi lain, khalayak sulit untuk membedakan advertorial yang membayar dengan publisitas yang gratis. Yang tahu hanya antara Public relations (marketing) dan media.
Namun demikian, fenomena ini tidak sedikit menimbulkan kerancuan. Sekarang sulit membedakan mana berita yang murni berita dengan berita yang hasil pesanan perusahaan (dibayar). Seharusnya media harus jujur membedakan mana berita, opini, dan niaga (iklan). Ini adalah hak konsumen. Bila itu iklan advertorial seharusnya dimuat di halaman yang khusus advertorial (nama lainnya bisa pariwara). Advertorial adalah singkatan advertising editorial, artinya iklan yang dikemas dalam bentuk berita. Memang tidak semua media melakukannya. Ada media yang menyediakan halaman khusus untuk iklan bernama halaman/rubrik “advertorial/pariwara”. Ada yang hanya menulis (advertorial) di bagian akhir sebuah berita, jika di TV dengan menampilkan tulisan advertorial pada tayangan beritanya. Namun ada juga media yang tidak melakukan itu, sehingga sulit membedakan antara berita itu sebagai berita biasa atau berita itu sebagai iklan (advertorial).Jika tidak maka akan muncul fenomena “iklan tersembunyi” (hidden advertising), seperti berita namun sebenarnya iklan. Hidden advertising adalah iklan yang disamarkan seperti berita. Hal ini terjadi pula pada iklan adlib (iklan yang diucapkan langsung oleh penyiar radio). Penyiar radio lebih banyak mengemas iklan ini sebagai informasi bukan iklan. Contohnya ada penyiar yang mengatakan:
No comments:
Post a Comment