Sunday, February 13, 2011

BAD NEWS IS BAD PUBLIC RELATIONS

Dikutip dari Buku "Public Relations Writing: Proses Produksi Media PR dan Publisitas Media, karangan Rachmat Kriyantono, cet. kedua, Prenada Media Group Jakarta, 2009.

Media berfungsi sebagai sarana penyebarluasan informasi tentang perusahaan kepada khalayak. Public relations harus memandang media sebagai mitra kerja yang saling mendukung, media adalah patner kerja Public relations. Public relations bertanggung jawab menyampaikan dan menerima informasi dari khalayak sedangkan media bertanggung jawab menjalankan hak publik untuk memperoleh informasi. 

Namun tidak bisa dipungkiri, dalam realita praktik Public relations masih muncul perbedaan mendasar   antara Public relations dan media. Perbedaan ini terjadi karena Public relations dianggap representasi perusahaan dan media adalah representasi khalayak. Sebagai representasi perusahaan, tentu Public relations berupaya meningkatkan citra melalui media. Sebagai representasi khalayak, media berupaya kritis terhadap informasi yang disampaikan Public relations.

Wujud nyata dari perbedaan ini tampak pada prinsip yang diakui oleh para praktisi Public relations, yaitu: “Bad news is good news”. Artinya peristiwa yang buruk atau negatif tentang perusahaan cenderung ”disukai” pers. Tanpa diundang atau disuruh, pers dengan cepat dapat “mencium” peristiwa itu dan dengan senang hati memberitakannya. Bahkan bisa jadi peristiwa yang semula berskala kecil menjadi besar.
Tugas berat Public relations adalah menjaga agar jangan sampai muncul informasi negatif tentang perusahaan yang dimuat media. Sekali informasi negatif muncul di media, maka opini publik bisa terbentuk dengan cepat. Dampaknya citra perusahaan akan jatuh. Keberhasilan Public relations dalam mencegah munculnya informasi negatif ini bisa dijadikan indikator keberhasilan kerja seorang Public relations. Seperti prinsip: “Bad news is bad public relations” (berita buruk adalah Public relations yang buruk). 

Mengapa “berita buruk tentang perusahaan dianggap Public relations yang buruk?”. Terlepas dari sifat media yang disebut di atas yang cenderung berbeda dengan Public relations, sebenarnyap Public relations bisa mengurangi munculnya berita-berita yang negatif. Berita-berita negatif dipandang dari pendekatan Public relations dimungkinkan terjadi karena:

a.      Tersumbatnya saluran komunikasi
Tersumbatnya saluran komunikasi antara perusahaan dengan karyawan, dengan konsumen, dan lainnya termasuk dengan media. Tersumbatnya saluran komunikasi ini jelas mengakibatkan masalah semakin meruncing dan meluas. Contoh di internal publik (karyawan misalnya). Bila timbul masalah antara perusahaan dengan karyawan, Public relations dituntut mampu membatasi masalah agar tidak sampai keluar. Masalah diupayakan diselesaikan di internal perusahaan. Perusahaan diibaratkan sebuah lingkaran. Public relations adalah penjaga lingkaran agar masalah-masalah tetap berada di lingkaran dan diselesaikan di dalam lingkaran. Inilah yang disebut konsep “Boundary-Spanning[1]. Jika masalah belum terselesaikan sudah  muncul keluar, apalagi tercium media, maka ada saluran komunikasi yang tersumbat yang menyebabkan karyawan tidak puas[2]

b.      PR gagal memposisikan sebagai “dominat-coalition”
Dalam organisasi, dapat ditemui kelompok atau individu-individu yang mempunyai pengaruh besar dihadapan manajemen atau di antara karyawan. Mereka dianggap berkarisma, pintar, dapat dipercaya bahkan dituakan oleh karyawan.  Inilah  yang  disebut konsep “dominant-coalition”. Mereka menjadi pemimpin opini yang tidak jarang suara mereka didengarkan manajemen. Mereka ini biasanya menjadi pilihan karyawan jika ada persoalan atau jika ingin memperoleh informasi. Agar mampu melaksanakan tugasnya, seharusnya  seorang  Public relations mampu memposisikan dirinya sebagai  orang yang dapat  dipercaya, berkarisma  dan dianggap sebagai orang yang mewakili karyawan. Sehingga karyawan yang mempunyai masalah atau kurang mendapat informasi langsung bertukar pikiran secara terbuka kepada Public relations. Ini bisa mengurangi masalah agar tidak semakin meruncing.

c.       Hubungan media yang kurang baik
Tersumbatnya saluran komunikasi dengan media terjadi bila akses media untuk memperoleh informasi terbatasi atau media tidak puas terhadap informasi yang disampaikan perusahaan. Tidak sedikit public relations beranggapan media kurang mengetahui perusahaan dan segala permasalahan yang muncul dapat dilokalisir, mekipun sudah tersebar ke media. Bila ini terjadi media biasanya mencari sumber informasi lain di luar jalur formal (PR). Sumber informasi ini sifatnya sulit dikontrol public relations. Apalagi bila media merasa perusahaan tertutup, tidak menghargai media atau tidak mau bekerja sama, maka berita-berita negatif sulit dicegah. Kualitas liputan berita media sangat dipengaruhi oleh kualitas hubungan media.



[1] Ke dalam perusahaan, PR berugas menyeleksi informasi yang masuk dan membentengi diri dari dari serangan dari luar. Ke luar menyediakan informasi dan memantau citra yang terbentuk di benak public serta melakukan tindakan yang diperlukan. Inilah yang menyebabkan PR disebut sebagai orang yang bekerja di “perbatasan” atau sebagai “elemen perbatasan”.
[2] Dalam kaitan ini, Herien Priyono mengkritik maraknya PR mengirim bahan publisitas ke media sehingga PR jadi tukang bikin berita ke media massa.  Menurutnya PR harus menjadi “tukang keker” (tukang potret) korporat untuk antisipasi kejadian. Di Koran-koran kita melihat humas hanya jadi “tukang pemadam kebakaran” atas berbagai komplain. Padahal kompalin-komplain dapat dicegah sejak dini (dalam Strategic Tools, UII Press, Jogjakarta, 2005, hal 8). Dalam istilah lain, PR jangan hanya berfungsi sebagai “produsen press release”.

1 comment:

  1. Terimakasih ^_^
    Buku anda sangat membantu saya dalam belajar dan mengerjakan tugas" kuliah saya...
    Jjika diperkenankan bagaimana cara saya untuk memfollow blog anda ???
    kebetulan saya juga memiliki blog di www.jinggabiru.blogspot.com

    ReplyDelete